Too Young To Die! Wakakushite Shinu 若くして死ぬ
Director: Kankuro KudoWriter: Kankuro Kudo
Producer: Mitsuru Uda, Makiko Nagasaka, Hisashi Usui
Cinematographer: Daiske Soma
Release Date: June 25, 2016
Runtime: 125 min.
Genre: Comedy / Fantasy / Afterlife
Distributor: Toho / Asmik Ace Entertainment
- r e v i e w -
Rating : 8.5 / 10
(Indonesia Version)
Dalam film ini Kudokan yg biasanya menulis naskah langsung menyutradarai sendiri.Dan hasilnya bener2 one hell of a ride. Kudokan lg high mungkin waktu membuat film ini. Dia sedang playing God di sini,bermain-main dgn hidup seseorang.Seseorang tersebut diperankan Kamiki Ryunosuke.Saya kasian sekaligus tertawa sampai sakit perut melihat dia dipermainkan sistem reinkarnasi neraka yg sangat ngawur.Setiap reinkarnasi yg dia jalani bener2 comedy gold, terutama saat menjadi anjing laut dan “kecebong”. Thanx God Kudokan is not a real God.Bayangin kalo Tuhan seperti Kudokan, mungkin manusia berlomba-lomba berbuat dosa utk masuk neraka.Ok skrng sedikit catatan serius.Saya melihat dikotomi neraka dan surga di film ini utk menggambarkan ttg dunia kita.Surga memperlihatkan suatu tatanan dunia yg setara,tanpa diskriminasi,namun utk mewujudkan itu semua diberlakukan banyak aturan yg absolut dan membatasi banyak kebebasan Kontras dgn neraka yg walau memiliki rule sendiri namun memberikan banyak ruang untuk berekspresi.Memang di sana ada hirarki,tidak ada yang setara,namun Neraka memiliki sistem yang memberi kesempatan setiap individu utk naik kelas,namun jelas itu dibutuhkan kerja keras utk mendapatkannya. Kita liat banyak penderitaan di sana,namun juga ada harapan.
Kudokan menawarkan kita tatanan dunia apa yg mau kita pilih.
(English Version)
reincarnation journey of Seki Daisuke, a lovesick boy who's sent down to hell after died in a bus accident on his field trip. He does everything in his power to be reincarnated as human to see Tezuka Hiromi again, the girl with whom he was secretly deeply in love with.The movie is a little gore, but not too much that would bug you watching it. I'd say, this movie got an equally weird and awesome impression. The storyline is well developed, i like how the producer do several flashback before the bus crash that allow its audience to comprehend more of the storyline as the plot unfolds. My eyes glued to the screen with anticipation on whats Daisuke's next reincarnation will be, as his journey is weirdly hillarious. I enjoy the musical part, its catchy and entertaining. Despite its ordinary special effects and quirky humor, this movie's surprisingly having a deep sentimental moments.
Watch it and you'll know, madafuckaaaaa ~!
By : JDC's Member (Sandi & Yane)
Too Young To Die (2016) Japanese Movie Review
By Enjeru
The Miracles of the Namiya General Store / Namiya Zakkaten no Kiseki / ナミヤ雑貨店の奇蹟
Director: Ryuichi HirokiWriter: Keigo Higashino (novel), Hiroshi Saito
Producer: Shinichiro Inoue, Naohiko Ninomiya, Hidehisa Chiwata
Cinematographer: Atsuhiro Nabeshima
Release Date: September 23, 2017
Runtime: 129 min.
Genre: Drama / Fantasy
Distributor: Kadokawa Pictures, Shochiku
- r e v i e w -
Rating : 6 / 10
Another time-slip movie again, I guess? Sejujurnya saya pribadi nggak begitu tertarik dengan cerita dengan tema utama time-slip, karena bila ada salah satu scene saja yang tidak digambarkan dengan benar dalam suatu film time-slip, maka hal itu akan mempengaruhi kejelasan cerita kejadian-kejadian selanjutnya dan sebelumnya.Film berjudul Jepang Namiya Zakkaten no Kiseki ini bercerita tentang Atsuya (Ryosuke Yamada), Shota (Nijiro Murakami), dan Kohei (Kanichiro) yang melakukan perampokan dan berusaha kabur dengan bersembunyi di dalam bangunan kosong yang ternyata dulunya adalah sebuah toko kelontong. Akhirnya, mereka memutuskan untuk bermalam di situ sampai pagi. Menjelang tengah malam, ada surat yg masuk lewat pintu depan bangunan tersebut. Suratnya dialamatkan untuk Pak Namiya (Toshiyuki Nishida) dan isinya tentang keresahan-keresahan mereka pribadi sehingga mereka pun meminta saran kepada Pak Namiya.
Ajaibnya, surat-surat yg diterima oleh Atsuya dan kedua temannya bertanggal 32 tahun yg lalu. Atsuya dan kedua temannya kemudian memutuskan untuk membalas surat-surat tersebut.
Pada 45 menit awal film, saya mengira bahwa film ini akan dikemas dengan model omnibus (contoh: Zenin, kataomoi; Rectoverso; Paris Je T’aime) dengan potongan-potongan cerita pendek yg dikemas menjadi satu dan dihubungkan oleh suatu hal. Ternyata dugaan saya salah. Film yg diangkat dari novel berjudul sama ini bukan film omnibus, melainkan film bertemakan time-slip dengan alur maju mundur yg menurut saya penggambaran timeline-nya kurang jelas. Konflik yg terjadi pun masih membingungkan, sehingga saya menganggap bahwa film ini tidak memiliki klimaks yg membuat ceritanya cenderung datar dan kalem. Masih menurut saya juga, akan jauh lebih menarik bila film ini dieksekusi dengan model omnibus, sehingga cerita-cerita pendek yg terjadi tidak terpotong di tengah-tengah dan mempengaruhi timeline.
Sayang sekali bila film yg sarat akan makna dan berhasil membuat emosi penontonnya naik turun ini harus kehilangan keefektifan makna dan emosi itu sendiri karena masih terjerat dalam timeline yang membingungkan.
Meskipun begitu, aktor-aktor yg ikut andil harus diacungi jempol. Ryosuke Yamada tampil apik diiringi dengan chemistry yg kuat antara dirinya dengan Nijiro Murakami dan Kanichiro. Walau pun di akhir film kisah mereka dengan Little Puppy were cut short (sehingga kita tidak tahu bagaimana lanjutan cerita mereka), tapi saya cukup puas dengan credit roll yg menampilkan masa depan mereka. Toshiyuki Nishida pun mampu membius penonton dengan perannya sebagai Pak Namiya yg bijak, hingga Mugi Kadowaki sebagai Seri yang bersuara indah. Her voice is unexpectedly good!
Tapi menurut saya, spotlight untuk peran yg benar-benar merebut posisi di hati saya jatuh kepada Rio Suzuki yg berperan sebagai Seri kecil.
Aktingnya sebagai gadis kecil yg hidupnya penuh dengan tragedi, namun ia tidak putus asa begitu saja berhasil merebut posisi di hati saya. Lihat saja akting menangisnya dalam salah satu adegan di film ini. Sedih, bingung, takut, marah hingga perasaan berterimakasih jadi satu emosi yg kuat dan tergambar begitu jelas di raut wajahnya. Salut!
Sayangnya, ada beberapa teknik pengambilan gambar tipe very wide shot dan extreme wide shot yg menurut saya tidak perlu. Karena, selain resiko membuat orang salah fokus lebih tinggi, hal itu juga mengurangi keintiman adegan yang ada.
Overall, The Miracles of Namiya General Store masih apik dan sangat layak untuk ditonton. Karena tidak hanya bercerita soal fenomena keanehan time-slip, film ini juga berisi akan makna kehidupan, keresahan-keresahan yg akan silih berganti dalam hidup kita, dan bagaimana kita mengambil keputusan mengenai hal itu.
By : JDC's member (Naura)
The Miracles of the Namiya General Store (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Over The Fence / Oba Fensu / オーバー・フェンス
Director: Nobuhiro YamashitaWriter: Yasushi Sato (novel), Ryo Takada
Producer: Hideki Hoshino
Cinematographer: Ryuto Kondo
Release Date: September 17, 2016
Runtime: 112 min.
Distributor: Tokyo Theatres
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 4/5
Shiraiwa (Joe Odagiri), seorang lelaki yg bercerai dgn istrinya dikarenakan kelalaiannya. Kini ia menjalani kehidupan normal dengan mengikuti pelatihan di bidang konstruksi bangunan.
Suatu saat ia diajak temannya untuk menjalani bisnis di sebuah hostess club, di sana ia bertemu dgn Satoshi (Yu Aoi), seorang hostess yg sangat atraktif. Shiraiwa pun jatuh cinta dgn Satoshi karena sifatnya itu.
Satoshi yg mengetahui kalau Shiraiwa bercerai dgn istrinya karena kelalaiannya tampak kesal dan ingin Shiraiwa memperbaiki hubungan dgn mantan istrinnya. Shiraiwa pun bertemu dgn mantan istrinya dan sedikit memperbaiki hubungannya, namun ia menangis dan tampak menyesali kelalaiannya yg menyebabkan ia bercerai dan tak dapat bertemu lg dgn anaknya.
Satoshi yg melihat hal itu ternyata sangat kesal dan marah karena Shiraiwa tidak bisa mengatakan "Maaf" kepada istrinya. Hubungan mereka berdua pun lagi-lagi mengalami masalah.
Shiraiwa yg masuk tim softball di tempat pelatihannya mengajak Satoshi untuk datang di hari pertandingan dan berjanji akan menunjukkan Home Run kepadanya. Di hari pertandingan, Satoshi tidak kunjung datang, itu membuat Shiraiwa gelisah dan tidak dapat memukul bolanya. Namun di kesempatan terakhir memukul, akhirnya Satoshi datang dan Shiraiwa pun bisa menepati janjinya dengan menunjukkan Home Run kepada Satoshi.
Alur cerita yg bagus, tidak hanya konflik antara Satoshi dan Shiraiwa yg ditunjukkan, tapi konflik di sekitar Shiraiwa juga lumayan terasa. Intinya, meskipun mengalami masalah seberat apapun di masa lalu dan sangat menyesali, cukup memperbaikinya dengan kehidupan yg kita yg sekarang.
Adalah film dimana kita gak diberitahu persis trauma apa saja yg pernah dilalui oleh karakter2nya. Filmnya gak berusaha mengaduk aduk emosi atau dengan kepo mengekspos masa lalu mereka. Hanya ada hint2 kecil tentang itu. Film ini lebih ingin menunjukkan masa 'present' yang dilalui oleh orang2 'broken' yang mencoba keluar dari cangkang mereka, membuka diri untuk relasi dan lembaran yang baru. Kisah cintanya memang gak biasa, tp terjalin dengan indah dalam ketidaksempurnaan. Ikut terenyuh pas adegan Shiraiwa menangis itu, dan waktu Shiraiwa nelpon Satoshi di dekat akhir film. Pdhl bukan adegan2 ala melodrama tp bisa menyentuh hati dalam kesederhanaanya.
By : PandaMan & Hidde
Over The Fence (2016) Movie Review
By Enjeru
To Each His Own / Chotto Ima Kara Shigoto Yamete Kuru
Japanese: ちょっと今から仕事やめてくるDirector: Izuru Narushima
Writer: Emi Kitagawa (novel), Kumi Tawada, Izuru Narushima
Producer: Morio Amagi
Cinematographer: Junichi Fujisawa
Assistant Director: Shozo Katashima
Release Date: May 27, 2017
Runtime: 114 min.
Genre: Drama
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
Rating : 3 / 5
- r e v i e w -
Judul Jepang dari film ini cukup menjelaskan inti dari keseluruhan cerita. "Chotto Ima kara Shigoto Yamete Kuru", Sebentar, aku akan berhenti dari pekerjaanku". Sebutan "black company" sering sy dengar di dorama2. Istilah ini setau sy mengacu pada perusahaan yang memperlakukan karyawannya kaya budak, dipaksa lembur tanpa bayaran. Power-Hara jg jadi salah satu isu yang bikin pengen bunuh diri.
Kerja di perusahaan semacam itu, Aoyama Takashi sesungguhnya udah lelah. Melamun dalam capek di pinggir rel, tanpa ia sadari tubuhnya hampir jatuh. Untungnya, ada yang menarik dirinya. Dia adalah Yamamoto, seorang laki misterius yang ngaku2 temen SD-nya. Berbeda dengannya, Yamamoto orangnya santai, banyak ketawa dan suka kasih tips2 golden ways salesman. Meski sempet terpengaruh dan mulai semangat, gak lama buat Takashi untuk kembali down setelah ada insiden di kerjaannya. Belum lagi masih ada misteri tentang siapa Yamamoto (yg ky stalker) ini sebnrnya.
Ini film ttg pentingnya harapan (plus bumbu2 bromance). Intinya, pekerjaan mmg penting, tp bukanlah segalanya. Selama masih hidup, masih ada harapan buat terus berjuang. Kalau memang tempat kerjamu dah ga bnr dan kaya neraka, bahkan setelah kamu usaha, keluar gak akan membuat dunia berakhir. Apalagi kl kamu masih punya org2 yg mengasihimu (ada 1 scene yg bikin ingat ortu 😭). Kira-kira itu psn yang saya tangkep. Menyemangati org2 yang mengalami tekanan serupa dengan Takashi.
Pesannya bagus, meski bbrp dialog terasa banyak kejunya. Tapi yang paling bikin ga sreg adalah ending penyelesaian masalahnya yang tekesan terlalu gampang dan instan (plus bumbu2 bromance). Karena nyatanya, setelah keluar dari perusahaan, saya lebih prefer lihat Takashi berjuang cari kerja baru drpd nyusul2 yamamoto. Kalaupun dia masih dlm pencarian, ya gapapa. Akan lebih realistis, krn yang penting bukan dia dapet pekerjaan br atau gak, tapi cara pandang dia tentang hidup udah berubah. Sekian.
by : JDC Member (Hidde)
To Each His Own (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Side Job / Her Life is Not at Fault / Kanojo no Jinsei wa Machigai Janai
Japanese: 彼女の人生は間違いじゃないDirector: Ryuichi Hiroki
Writer: Ryuichi Hiroki (novel & screenplay)
Producer:
Cinematographer:
Release Date: July 15, 2017
Runtime: 119 min.
Distributor: Gaga Corporation
Language: Japanese
Country: Japan
Rating : 4 / 5
- r e v i e w -
Side job dibuka dgn pemandangan sebuah jalan berkabut. Di kiri dan kanan, berjejer pohon sakura yang tak berdaun. Dari jauh, samar2 terlihat cahaya lampu dari mobil yang mendekat. Mobil berhenti ditengah jalan, pasukan putih keluar dr dlmnya, pergi membersihkan kedua sisi jalan. Dulu, di jalan itu, sempat terekam memori indah sebuah keluarga yang tersenyum melihat bunga sakura bermekaran. Momen sebelum bencana tsunami 2011 menimpa Fukushima.
Waktu udah berlalu sejak bencana, tp kehidupan keluarga ini tak lg sama. Tak lagi lengkap sejak sosok ibu telah tiada, tanpa ditemukan jasadnya 😢. Tinggal di komplek rumah sementara(?) dan hidup dari subsidi, Miyuki dan ayahnya menjalani hari2 dengan kekosongan dalam hati. Si ayah yang dulunya petani, menolak mencari pekerjaan lain dan gemar main pachinko, sementara putrinya Miyuki diam2 kerja jd callgirl di Tokyo saat weekend.
Awalnya ngira Miyuki bekerja demi uang, tp sptny bukan krn alasan itu aja. Kemungkinan ini adalah slh satu usaha darinya untuk mengisi kekosongan. Mungkin juga untuk kabur sejenak menjadi 'orang lain' karena dalam perjalanan jauh yang ia tempuh dengan bus, dia 'berganti baju' menjadi Yuki 🤔. Tapi setelah beberapa tahun berlalu, kekosongan itu nyatanya gak terisi. Seperti ada konflik batin yg mempertanyakan apa dia boleh bahagia sementara byk org yang ia kenal kehilangan nyawa.
Film ini gloomy banget, tentang cuplikan perjalanan dari beberapa karakter yang kehidupannya berubah pasca bencana. Sy suka gimana film ini lebih menunjukkan kesedihan yang ada lewat kesunyian dalam keseharian mereka yang terasa lambat. Gak ada byk dialog, tp perasaanny tersampaikan. Ada banyak pemandangan 'jalan' dan adegan menatap kosong keluar jendela dari dalam kendaraan yang mereka tumpangi. Cukup membuat mellow saat menontonnya.
Tapi filmnya gak berakhir dingin. Momen2 kecil menjelang akhir film, memperlihatkan ada kehangatan sederhana yang masih boleh Miyuki dan ayahnya rasakan. Meski kita gak tau kemana akhir perjalanan mereka, sebuah 'jalan' yang terbentuk di akhir film, kontras dengan adegan pembuka, spt memperlihatkan bahwa harapan itu masih ada. Hidup itu kdg susah, kdg senang, ga bs balik ke masa lalu, cuma bs jalan terus 🛣️.
by : JDC Member (Hidde)
by : JDC Member (Hidde)
Side Job (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Confession of Murder / 22 nenme no Kokuhaku / 22年目の告白―私が殺人犯です―
- Director: Yu Irie
- Writer: Kenya Hirata, Yu Irie
- Producer: Naoaki Kitajima, Masaki Koide
- Cinematographer: Takahiro Imai
- Release Date: June 10, 2017
- Runtime: 117 min.
- Genre: Suspense / Mystery
- Distributor: Warner Bros.
- Language: Japanese
- Country: Japan
Rating : 8 / 10
- r e v i e w -
Di film ini villainnya pengen ngetop, gila hormat. Pengalaman pahit masa lalu dilampiaskan dengan menikmati penderitaan org lain, dan maksa orang untuk merasakan penderitaan yg sm, sekaligus bangga krnnya.
Mirisny beneran ngetop dia. Awalnya kirain orang2 pd oke sm fujitatsu krn sinis sm polisi2 yg gak sukses nyari si pelaku. Eh tyt pada ngefans krn penjahatnya dipandang sebagai org keren, baik dr fisik (seriously? poninya fujitatsu ga buanget disini 😒), maupun dr 'hasil karya'nya yang perfect. Di film ini pembunuh jadi idola, dan kbykn fansnya ciwi2. Cuma mereka yg jadi korban (/punya hub sm korban), dan yg masih punya nurani yg jd frustasi krnnya.
Now onto the movie...
Setting-nya agak gelap. mungkin untuk menambah kesan thriller. Flow ceritanya cukup cepat.
Konten ceritanya menarik. Applicable banget buat jaman now (pdhl ini remake kan??).. dimana kepopuleran itu gak tergantung benar atau salah sesuai norma yang ada (sama aja di Indo kan, kalo abis kena kasus... orang bisa jadi spokeperson salah satu institusi justru karna dia makin beken karna kasusnya). Walaupun plot-nya maju-mundur, ga pusing ngikutin jalan ceritanya.
Plot maju-mundur ini mungkin salah satu strategi untuk membuat villain-nya lebih ga ketebak (dibandingkan kalo plot-nya maju terus). Misal, saya agak mempertanyakan tingkah Makimura, yang walaupun partner-nya terbunuh...terlihat tidak ada perang batin waktu harus membela Sonezaki di book signing-nya. Tapi karna mixed plot udah diperkenalkan dari awal, saya masih berpikir "akan ada penjelasan lebih detail nanti". Bener aja... ada penjelasan lebih detail, tapi gak seperti yang saya pikir di awal😆
By : JDC Member (Hidde & Anggita)
Confession of Murder (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Forget Me Not / Wasurenai to Chikatta Boku ga Ita / 忘れないと誓ったぼくがいた
- Director: Kei Horie
- Writer: Mizuho Hirayama (novel), Satoko Okazaki, Kei Horie
- Producer: Masahiro Yoshida, Hirohisa Mukuju, Takatoshi Watanabe
- Cinematographer: Yoko Itakura
- Release Date: March 28, 2015
- Runtime: 94 min.
- Distributor: Teen-Romance / Fantasy
- Distributor: Nikkatsu
- Language: Japanese
- Country: Japan
Rating : 7 / 10
- r e v i e w -
Salah satu film dengan twist menjengkelkan. Ceritanya ttg seorang laki2 yg papasan sama cewek, trus kenalan. anehnya si cewek pendiem banget dan kadang muncul pas gelap2an (sempet kupikir film horor) tapi lama2 siang2 juga muncul. meski munculnya aneh.
Setelah beberapa hari (dan meyakinkan diri klo cowok g lupa sama dia), si cewek ngaku klo semua org bakal lupa padanya keesokan harinya. awalnya si cowok g yakin, tapi setelah tau faktanya ia terkejut. Akhirnya cewek dan cowok itu bikin kenangan biar cowok itu g lupa sama si cewek. bikin video, foto, catatan dkk. Tapi lama kelamaan cowok itu lupa, dan si cewek sadar.
Pada malam kepindahan, ceweknya menghapus semua hal yang menunjukkan eksistensi cewek ini di hidup si cowok.Waktu ketemuan, cowok itu g sadar klo ceweknya ada di hadapan dia. dia lupa keberadaan cewek itu dan ternyata setahun sebelumnya, mereka pacaran.
Disini ditunjukkan bahwa yg paling menyedihkan adalah dilupakan orang tersayang.
By : JDC Member (Luchy)
Forget Me Not (2015) Japanese Movie Review
By Enjeru
Close-Knit / Karera ga Honki de Amu Toki wa / 彼らが本気で編むときは、
- Director: Naoko Ogigami
- Writer: Naoko Ogigami
- Producer: Kumi Kobata, Mayumi Amano, Noriaki Takagi, Masashi Igarashi
- Cinematographer: Kozo Shibasaki
- Release Date: February 25, 2017
- Runtime: 127 min.
- Genre: Drama / Transgender
- Distributor: Suurkiitos
- Language: Japanese
- Country: Japan
Rating : 9 / 10
- r e v i e w -
Sebenernya ini bukan kali pertama saya nonton film lgbt themed. Dulu pernah nonton The Danish Girl, dan jujur filmnya berkesan banget. Oh iya, saya mengharuskan penonton untuk menonton film ini dengan pikiran terbuka. Jadi jangan sampai hanya karena temanya yang tabu, kalian menjelek-jelekkan filmnya. Yuk, hargai karya seni orang lain! Oke, skip.
Close-Knit menceritakan seorang anak bernama Tomo (Kakihara Rinka) yg ditinggalkan ibunya untuk sementara sehingga ia terpaksa tinggal bersama pamannya yg bernama Makio (Kiritani Kenta) bersama pasangannya yg bernama Rinko (Ikuta Toma). Pamannya menjelaskan bahwa dulunya Rinko adalah seorang laki-laki, sehingga Tomo pun bingung dengan kondisi Rinko yg sebenarnya. Tapi lama kelamaan Tomo mulai menyadari bahwa Rinko tetap seorang perempuan, terlepas dari kondisi fisiknya yg 'belum sepenuhnya' perempuan.
Saya angkat topi dengan ide ceritanya. Sutradara sekaligus penulis naskah Ogigami Naoko nggak ragu-ragu untuk mengangkat topik sensitif yg cukup tabu khususnya di kalangan masyarakat Asia. Jalan ceritanya yang ringan dengan selingan humor yg menghangatkan hati membawa penonton lebih dekat secara emosional dengan sosok Rinko. Ketika cerita sudah sampai di titik konflik dimana Rinko—yg sudah dianggap Tomo sebagai ibunya sendiri—dipandang sebelah mata dan dipertanyakan identitasnya oleh masyarakat, sutradara Ogigami Naoko membawa rasa iba penonton mereda sesaat untuk melihat kenyataan yg ada di sekitar kita; bahwa mereka—kaum lgbt—sering menahan dan menyembunyikan diri agar tidak dibenci oleh keluarga mereka sendiri sehingga tidak jarang berujung pada bunuh diri.
dengan Ikuta Toma yg dengan sangat apik dan luwes berhasil memerankan seorang perempuan. Om Toma nggak 'kagok' saat ia merajut atau menata rambut Tomo. Pun, saat ia berdiri, postur tubuhnya sama sekali tidak terlihat seperti seorang laki-laki yg sedang berakting. Sayangnya, saya masih melihat lenggak-lenggok tubuh yg sedikit dipaksakan ketika ia berjalan.
Kiritani Kenta sendiri juga berhasil membawakan peran seorang kekasih sekaligus adik yg 'desperate' ingin membahagikan pasangannya namun tidak ingin mengecewakan kakaknya.
Satu hal yg dapat saya ambil dari film ini adalah bagaimana seharusnya kita me-respect mereka, bagaimana seharusnya kita sadar bahwa mereka juga punya keluarga, mereka juga punya mimpi, mereka juga punya perasaan sedih, marah, dan senang; bahwa sebenarnya mereka juga manusia yang ingin dihargai.
bonus :
Close-Knit lebih dari sekedar film yg bercerita tentang seorang wanita transgender. Dalam plotnya yg flawless, Ogigami Naoko ingin bercerita tentang motherhood dan womanhood serta pada saat yg sama ia juga ingin bercerita soal penerimaan jati diri. Such a beautiful movie.
A must watch!
By : JDC Member (Salsa)
Close-Knit (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Himeanole / ヒメアノ~ル
- Director: Keisuke Yoshida
- Assistant Director: Shinya Ayabe
- Writer: Minoru Furuya (manga)
- Producer: Yoichi Arishige, Shigeyuki Komatsu
- Cinematographer: Takayuki Shida
- World Premiere: April, 2016 (Udine Far East Film Festival)
- Release Date: May 28, 2016
- Runtime: 99 min.
- Genre: Suspense-Thriller
- Distributor: Nikkatsu
- Language: Japanese
- Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 7.8 / 10
Ceritanya, ini film judulnya Himeanole, buat review ya karna ini review pertamaku, aku searcing" soal Himeanole, dan waow aku baru tau ini film adaptasi dari manga dengan judul yg sama, Himeanoru>>Himeanole>>Maybe Amber Life>>Mungkin Kehidupannya Suram. Sesuai dengan judulnya, cerita film ini menceritakan kehidupan yg suram pemeran"nya, tapi mungkin jika menonton film ini tanpa melihat genrenya terlebih dahulu anda akan mengira ini film komedi awalnya, alur awalnya santai dibumbui komedi" yg lucu (menurut saya) lalu baru kemudian masuk ke alur tema film ini.
Peran yg dimainkan masing" bintang sangat bagus (menurut saya) seperti sosok Abe Yuka yg terlihat polos, jujur, sopan, baik, malu", apa adanya, tapi dibalik itu semua ada ”SELUSIN” rahasia. Sosok Morita yg jadi penjahat difilm ini, pembawaan perannya sangat pas sebagai seorang yg ya... bisa dianggap pembunuh yg sadis/sedikit gila. Sosok Okada, pria yg terlihat cupu dan saat adegan "pertama kali melakukan anu" eemmeehhammah... ya gitu deh (aku blom pengalaman bingung jelasin /run) dan sosok Ando pria paruh baya (jonesz) yg sedikit aneh, kocak+sedikit sifat Yanderenya sukses diperankan dengan baik.
Film ini mengajarkan, Perisakan/Pembullyan dapat menyebabkan hidup orang lain jadi suram, menderita (ya sudah jelas sih pasti suram, /slap /plaak) dan korban bisa trauma hingga dapat berbuat hal yg lebih parah, balas dendam kepada pelaku awal, menjadi psikopat, pembunuhan dsb.
by : JDC Member (Bocchan)
Himeanole (2016) Japanese Movie Review
By Enjeru
Ajin: Demi-Human / 亜人
Director: Katsuyuki Motohiro
Writer: Gamon Sakurai (manga), Koji Seko, Masahiro Yamaura
Producer: Akihiro Yamauchi, Yoshihiro Sato, Shinnosuke Usui, Haruyasu Makino
Cinematographer: Akira Sako
Release Date: September 30, 2017
Runtime: 109 min.
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
Writer: Gamon Sakurai (manga), Koji Seko, Masahiro Yamaura
Producer: Akihiro Yamauchi, Yoshihiro Sato, Shinnosuke Usui, Haruyasu Makino
Cinematographer: Akira Sako
Release Date: September 30, 2017
Runtime: 109 min.
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 6 / 10
Katsuyuki Motohiro dalam filmnya kali ini yang diangkat dari manga yang berjudul “Ajin- Demi Human” .
“Seorang Ajin yang memberontak karena ingin menyelamatkan kehidupan umat Manusia” kira-kira itu adalahLogline dari film Ajin-Demi Human ini. Menceritakan bagaimana Kei Nagai (Takeru Satoh) yang bersikeras memberontak ajakan dari Sato (Ayano Gou)untuk melawan manusia karena rasa sakit hatinya akibat mereka telah dijadikan kelinci percobaan selama bertahun-tahun oleh pemerintah Tokyo. Sebuah film yang menggambarkan impresi sakit hati yang luar biasa yang digambarkan oleh Sato.
Pada saat selama saya menonton film ini,kemudian rasa keberpihakan saya justru lebih kepada para Ajin, Sato dan para anak buahnya. Pasalnya, saya tidak mendapatkan alasan apapun “kenapa umat manusia harus dibela pada kasus ini?” walaupun film ini kemudian menggambarkan bagaimana seorang Ajin yang memberontak demi menyelamatkan umat manusia, hal itu kurang memberikan rasa empati saya terhadap manusia. Katsuyuki Motohiro tidak memberikan alasan itu. Lebih jelasnya, Nagai membela umat manusia tanpa adanya alasan yang jelas kenapa dia harus membela umat manusia yang sudah merampas Hak Asasi Manusia miliknya untuk bisa hidup menjadi manusia seutuhnya. Jika memang Nagai ingin memperjuangkan umat manusia karena alasan personal tentang mimpi yang ingin diraih dalam hidupnya, hal itu sangat kurang tergambar dalam film ini.
Sato dan Nagai sama-sama kehilangan Hak Asasi-nya untuk hidup sebagai manusia, tapi rasa benci yang mendalam dari Sato sangat terasa kuat dan tidak mampu diimbangi oleh alasan personal Nagai untuk membela umat manusia.
Yang mana pada akhirnya, karakter Sato disini mucul jauh mendominasi dari karakter Nagai. Pada dasarnya premis film ini sangat menarik, mengangkat tentang Hak Asasi Manusia. “Kehancuran umat Manusia yang diakibatkan oleh Hak Asasi Manusia yang dirampas”
Directing The Actor :
Katsuyuki Motohiro mentreatment keaktoran Ayano Gou dan Takeru Satoh dalam film ini dan beberapa karakter lainnya dengan sangat powerfull. Hal itu coba dimunculkan Motohiro dari impresi yang karakter rasakan, sebuah rasa sakit hati yang kemudian muncul ddan diinterpretasikan menjadi gesture dan gimmick yang sangat powerfull dan enerjik.
Directing The Camera :
Motohiro menghadirkan treatment kamera yang sangat dinamis di setiap scene. Movement yang juga powerfull untuk mengimbangi pergerakan karakter. Mayoritas size Shot yang digunakan Motohiro dalam film ini shot-shot yang dekat/medium, mungkin dalam treatmentnya, Motohiro juga tidak ingin melepaskan ekspresi yang dimunculkan dari setiap karakter atau tepatnya interpretasi rasa sakit hati yang digambarkan pada masing-masing karakter
Text Interpretation :
Ajin adalah impresi sebuah rasa sakit hati yang digambarkan dengan ketidakberdayaan seluruh umat manusia. Motohiro menggambarkan rasa sakit hati itu dengan interpretasi visual bom, ledakan, racun yang digambarkan dengan sangat besar dan menggebu-gebu. Walaupun ini termasuk dalam film Action, manurut saya Phase film Ajin ini termasuk film yang memiliki phase sedikit lambat untuk menjabarkan dan menyelesaikan konfliknya, karena dua karakter utama disini sama-sama memiliki konflik inner/batin yang harus mereka selesaikan sendiri.
by : JDC Member (Rie)
Ajin: Demi Human (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
Dolls /ドールズ
Director: Takeshi KitanoProducer: Masayuki Mori, Takio Yoshida
Writer: Takeshi Kitano
Cinematography: Katsumi Yanagijima
Release Date: October 12, 2002
Runtime: 114 min
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 7.5 / 10
Dalam film Dolls ini Takeshi Kitano ingin membicarakan mengenai sebuah Pengorbanan, Ketidakbahagiaan dan Ketidakbebasan melalui media Boneka “Bunraku (Traditional Japanese Dolls)”. Film yang rilis pada Tahun 2002 ini mempunyai cerita yang berbeda dari 3 kisah cinta karakternya masing-masing. Diantaranya adalah Matsumoto dan Sawako, Hiro dan kekasihnya yang setia menunggunya kembali sampai puluhan tahun lamanya setelah Hiro memutuskannya dan yang terakhir adalah Haruna dan Nukui. Alur yang disajikan Kitano dalam Film Dolls ini berjalan sangat lambat. Kitano ingin kita sebagai penonton bisa benar-benar menikmati tiap kesedihan yang dialami oleh semua karakter yang ada. Berbicara cinta dan pengorbanan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. bagi kisah cinta klasik, pengorbanan adalah sesuatu yang sakral yang diberikan untuk cinta mereka setara dengan nyawa mereka.Kisah dibuka dengan pertunjukan Boneka Bunraku, kemudian berlanjut pada kisah Sawako dan Matsumoto. Triger yang diberikan Kitano pada awal film sudah sangat besar, sebuah penolakan dan cinta yang tidak direstui. True Karakter pada film ini untuk kisah Matsumoto sudah terlihat sekitar menit ke 20’. Bagaimana Matsumoto mengambil sebuah keputusan besar untuk menebus kesalahannya kepada Sawako dengan meninggalkan segala kehidupannya. Komitmen Matsumoto kepada Sawako berjalan hingga Akhir. Sisanya, seperti yang sudah disebutkan diatas, Takeshi Kitano ingin penonton bisa menikmati setiap detail kesedihan dan kemirisan yang terjadi pada Matsumoto dengan keputusan yang telah diambilnya itu. Dua kisah selanjutnya terdapat Hiro, seorang mantan Yakuza dan Nukui seorang pekerja yang berkerja pada perbaikan infrastruktur jalan. Secara alur, ketiganya tidak memiliki kaitan satu dengan yang lain, namun kisah ini muncul pada saat Matsumoto dan Sawako berjalan melewati mereka.
Seolah seperti bahan perbandingan bahwa Hiro dan Nukui juga memiliki kisah yang sama.
Ketiga kisah tersebut sama-sama berbicara mengenai pengorbanan, namun dengan cara yang berbeda-beda. Nukui yang sampai rela mendonorkan mataya kepada idol-nya dan Hiro yang tidak bisa berterus terang tentang identitasnya sampai pada akhirnya Hiro harus mati karena ditembak oleh anggota Yakuza, sebagai bentuk pembalasan dendam karena Hiro dulu telah membunuh salah satu ketua dari Yakuza. Selain dari narasi cerita, film ini juga banyak memiliki pesan yang disampaikan melalui semiotika visual, beberapa diantaranya adalah kehadiran kupu-kupu, topeng boneka bunraku dll. Dan pada Ending cerita, bagi saya meninggalkan kesan yang sangat manis bagi kisah cinta Sawako dan Matsumoto. Keadaan yang tragis namun berujung pada sebuah harapan kisah cinta yang mungkin menemui titik terang, pembayaran atas pengorbanan Matsumoto pada akhirnya terbayarkan.
Directing The Actor :
Takeshi Kitano pada film Dolls ini mentreatment Keaktoran pemainnya dengan Phase yang sangat pelan dan cenderung membosankan. Bertolak belakang dengan karakter yang diusung dalam film dengan pemain utama masih muda. Bahkan mungkin Kitano ingin memberikan sebuah perbandingan yang signifikan dengan karakter utama remaja pada era modern dalam menyampaikan nilai “pengorbanan” yang diangkata dalam cerita dengan karakter remaja era klasik. Yang rasanya, hampir mustahil pada era modern kini bisa bertemu dengan karakter remaja seperti matsumoto.
Directing The Camera :
Takeshi Kitano memilih Shot-Shot Statis yang sangat tenang dalam setiap scene. Komposisi secara frame dan semiotika yang dihadirkan dalam setiap Shot bisa tersampaikan dengan jelas dan mendalam. Shot Statis yang sangat tenang yang dihadirkan Kitano juga bisa menginterpretasikan bagaimana kondisi karakter. Karakter yang Depresi, Karakter yang tenang dalam menyikapi masalah.
Text Interpretation :
Dolls = Pengorbanan. Hal inilah yang diangkat Kitano dalam tema filmnya kali ini. 3 Kisah cinta yang berujung Tragis yang menemui takdirnya dengan cara yang berbeda-beda. Pengorbanan Matsumoto kepada Sawako yang digambarkan dengan meninggalkan segala kehidupannya dan berjalan berkelana dengan Sawako untuk menebus kesalahannya pada Sawako. Hiro, Seorang Yakuza yang harus berkorban dengan berhadapan dengan waktu, selama 40 Tahun lebih kekasihnya menunggu Hiro Kembali dan akhirnya bertemu walaupun Hiro tidak mengungkap Identitas aslinya dan yang terakhir pengorbanan yang berbentuk fisik yang dilakukan Nukui dengan mendonorkan matanya kepada idol-nya, yang notabene baik Nukui dan Idolnya tidak saling mengenal secara baik, hanya bermodal mengenal idolnya lewat penampilannya, Nukui mampu mengorbankan segalanya.
ending dolls yang tragis tapi manis. diluar ekspektasi, suka banget endingnya.
by : JDC Member (Rie)
Dolls (2002) Japanese Movie Review
By Enjeru
Survival Family / Sabaibaru Famiri / サバイバルファミリー
Director: Shinobu YaguchiWriter: Shinobu Yaguchi
Producer: Hidehiro Ogawa, Takao Tsuchimoto, Shintaro Horikawa
Cinematographer: Yoshihito Kasai
Assistant Director: Shozo Katashima
Release Date: February 11, 2017
Runtime: 117 min.
Genre: Comedy / Sci-Fi
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 5 / 10
Bagaimana Jika sebuah keluarga harus bertahan hidup dengan tidak adanya listrik selama bertahun-tahun?Kalimat diatas adalah premis dari film The Survival Family yang disutradarai oleh Shinobu Yaguchi yang rilis pada Februari 2017 lalu. Film yang bergenre Comedy/Sci-fi ini dikemas cukup apik oleh Shinobu Yaguchi. Berawal dengan adanya sebuah keluarga yang hidup di sebuah apartemen di tokyo, dimana keluarga ini atau seluruh penduduk yang tinggal di tokyo harus mengalami pemadaman listrik yang cukup lama.
Triger cerita yang diusung selama 5 menit pertama pada dasarnya sudah menggambarkan bagaimana keluarga dan anak-anaknya ini adalah sebuah keluarga yang sangat bergantung pada teknologi, terutama pada dua anak Suzuki, Yui dan Kenji. Namun untuk sebuah triger, saya merasa itu masih terasa kurang memberikan Punch line pada alur cerita yang kemudian berjalan di beberapa plot point. Saya merasa Shinobu Yaguchi seperti bingung untuk membuat poros dengan menumpu pada karakter atau cerita. Selanjutnya pada pengembangan alur, saya sedikit merasa terganggu dengan ketidakkonsistenan Yaguchi dalam menetapkan karakter / Cerita yang dibuat. Seperti contoh, karakter dan cerita yang dihadirkan disini adalah karakter yang realis dengan masalah yang tidak realis. Namun, pada penyelesaian konflik seiring berjalannya waktu, karakter dibuat tidak konsisten dengan beberapa pemeran pembantu yang muncul.
Inti konflik dari masalah ini kemudian muncul pada menit ke 32’. Dimana Suzuki dan kedua anaknya kemudian berdebat untuk meninggalkan rumahnya dan pergi menuju Kampung Halaman Istrinya di Kagoshima. Hingga kemudian usaha Yoshiyuke sekeluarga untuk pergi menuju Kagoshima pun dimulai dari sini. Pada plot point pertengahan, tepatnya menit 70’ – 80’ hal itu diperkuat oleh Yoshiyuke ketika Yoshiyuke sekeluarga tiba disebuah rumah milik Zennichi Tanaka. Bahwa keinginan terkuat Yoshiyuke pada saat itu adalah bisa menyelamatkan anggota keluarganya. Karakter Ayah (Yoshiyuke) pada film ini diperlihatkan dengan bagus oleh Yaguchi. Perubahan demi perubahan ketika masalah datang bertubi-tubi kepada dirinya dan keluarganya bisa diselesaikan dengan baik. True karakter ini kemudian muncul disaat dirinya hanyut disungai dan saat menyalakan suar. Bagaimana kemudian karakter Ayah selepas itu lebih terkesan lebih cair didalam keluarga.
Directing The Actor :
Shinobu Yaguchi pada Survival Family kali ini menggunakan treatment keaktoran pada pemainnya dengan Phase yang besar, enerjik. Bahkan ketika kondisi karakter dalam keadaan tertekan dan pada titik terendah pun, kita sebagai penonton melihat kesedihan itu digambarkan dengan ekspresi yang meledak-ledak. Ini adalah kategori film dengan konflik yang sangat besar, bencana alam. Tapi, Yaguchi ingin penonton bisa merasakan energi yangbesar yang disalurkan melalui para aktornya. Lewat directing keaktorannya, Yaguchi seperti ingin mempercayai kekuatan yang besar dari seorang manusia yang tidak pernah lelah untuk berusaha demi mencapai tujuannya.
Directing The Camera :
Sangat Dinamis. Hampir diseluruh pergerakan kamera yang ditunjukkan pada film survival Family ini Yaguchi memilih pergerakan kamera yang dinamis. Yaguchi lewat pergerakan kameranya juga ingin menyampaikan bagaimana kondisi mental yang dialami oleh masing-masing karakternya. Tertekan, Panik, Takut dll.
Text Interpretation :
Shinobu Yaguchi dalam Survival Family ini secara interpretasi text ingin mengangkat sebuah kehidupan dipedesaan. Bagaimana saat seseorang hidup didesa walaupun pada zaman yang sudah semakin canggih ini masih tidak sulit dan banyak ketergantungan seperti kehidupan di perkotaan yang secara detail, manusia harus mengikuti perkembangannya dari mulai hal yang paling kecil. apalagi kota megapolitan seperti Tokyo. Yaguchi kali ini dalam filmnya secara tidak langsung ingin mengangkat perbandingan keduanya, antara desa dan kota. Yang pada akhirnya, secara visual Shinobu Yaguchi mentreatment cerita ini dengan adanya paksaan bagi karakter untuk kembali hidup didesa dengan konflik yang sangat besar dikota, yaitu pemadaman listrik selama berbulan-bulan lamanya. sehingga mau tidak mau karakter harus mengikuti alur tersebut. Phase yang ada pada film ini juga berjalan lambat, sedikit terdapat retorika. Tapi, mungkin disana Yaguchi ingin memberikan ruang bagi karakter untuk hidup.
by : JDC Member (Rie)
Survival Family (2017) Japanese Movie Review
By Enjeru
One Million Yen and the Nigamushi Woman / Hyakuman-en to Nigamushi Onna / 百万円と苦虫女
Director: Yuki TanadaWriter: Yuki Tanada
Producer: Kumi Kobata, Koko Maeda
Cinematographer:
Release Date: July 19, 2008
Runtime: 121 min.
Movie Studio: Nikkatsu
Distributor: Nikkatsu
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating :
movie ini bisa dibilang bisa dicontoh dan dipraktekkan didunia nyata, dari awal cerita sudah diceritakan betapa pengertiannya dia kepada orang2 disekitarnya yang bahkan dia rela 'membayar' kedua orang tuanya karena dia merasa sudah tidak waktunya dia hidup bersama kedua orang tua dan memberatkan beban kedua orang tuanya. hanya karena dia tersulut emosi yang dimana sebenarnya merupakan suatu wujud pedulinya dia karena si pus dibuang, ia semakin merasa inferior dan merasa bersalah sehingga sebisa mungkin keluar dari rumahnya dan hidup sendiri.
movie ini sendiri membuat kita berkaca kepada diri kita sendiri, terkadang disaat kita merasa kita salah atau tidak berguna setidaknya bisa dikontrol dan tidak membuat orang lain terluka. karena keinferioran si mbak itu, dia sudah menghancurkan hati adiknya yang tidak pernah mendapat surat yang telah dijanjikan, si lelaki pantai yang ingin mengenalnya lebih jauh, ojiisan yang butuh kawan didesa yang penuh dengan orang tua, dan sang pria bunga yang mencintainya sepenuh hati.
benar2 banyak sekali hal yg bisa diterapkan dan direfleksikan dari movie ini, dan aktris yang memperankan juga cocok memiliki wajah yang pasrah, dan polos serta aktingnya.
by : JDC Member (Itam)
One Million Yen Girl (2008) Japanese Movie Review
By Enjeru
Poison Berry in My Brain / Nounai Poison Berry / 脳内ポイズンベリー
Director: Yuichi SatoWriter: Setona Mizushiro (manga)
Release Date: May 9, 2015
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 9 / 10
Cerita romance plus sedikit bumbu kehidupan, tapi yang bikin seru yaitu pertentangan pikiran2 yg ada di otak si cewek.Disini ada 5 pikiran yg disorot,
Ishibashi: pikiran (+)
Ikeda: pikiran (-)
Hatoko: Pikiran ttg asmara
Kinshi: memory
Yoshida: pengambil keputusan
Dan ada satu lagi pikiran yg muncul tiap kali kelima pikiran tadi mencapai limit. Jadi ini pikiran apa sebenernya? :o
Apa yg digambarkan film ini bener bgt, pasti saat akan melakukan 1 hal kecil pun, banyak pikiran2 yg muncul di otak kita, dan kita harus memutuskan hal terbaik dari semua komponen pikiran itu.
(+) Pesan lain film ini, saat kita memiliki hubungan dg orang lain, tetaplah menjadi diri sendiri, jgn terkungkung dg aturan2 orang lain, biar hidup lo asik, ga cepet tua :D
by : JDC Member (Fifi)
Poison Berry in My Brain (2015) Japanese Movie Review
By Enjeru
Lesson of the Evil / Aku no Kyoten / 悪の教典
Director: Takashi MiikeWriter: Yusuke Kishi (novel), Takashi Miike
Producer: Minami Ichikawa, Koji Azuma, Misako Saka, Toru Mori
Cinematographer: Nobuyasu Kita
Release Date: November 10, 2012
Runtime: 129 min.
Genre: School / Suspense-Thriller / Horror
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 9 / 10
Tersebutlah seorang guru bernama Hasumi (Ito Hideaki) alias Hasumin. Guru bahasa Inggris ini sungguh potret guru idaman. Pintar, dekat dengan murid, perhatian, ganteng pula.Murid murid pun merasa dekat dan mengidolakannya. Kecuali satu geng pimpinan Sometani Shota (buset ada dia di mana mana). Namun siapa sangka, Hasumin yang terlihat sempurna ini menyimpan rahasia yang sangat gelap. Apakah itu?Aku no Kyoten alias Lesson of The Evil merupakan besutan Miike Takashi. Melihat portofolio karyanya (Ichi The Killer, Audition) ga salah dong kalau saya berharap banyak dar der dor, adegan muncratan darah, dan adegan yang bikin ngilu. Tapi tidak, Om Miike di sini menempuh cara berbeda untuk menyajikan filmnya. AnK dibagi menjadi dua bagian besar/arc. Arc pertama berguna untuk membangun thrill dan menciptakan atmosfer creepy. Kesintingan tokoh Hasumin dikuak sedikit demi sedikit. Mulai dari hacking sinyal di sekolah, membakar rumah orang tua yang child abuse, sampai menyiksa murid yang ketahuan bullying. Di rumahnya yang terpencil, Hasumin juga membunuh dua ekor gagak yang selalu nangkring di depan rumah. Dari sini tensi dan ketegangan mulai terbentuk untuk mempersiapkan penonton ke arc dua. Di sinilah Miike benar benar menggila. Hasumin menyandera seluruh isi sekolah dan membunuh mereka satu per satu. Tanpa ampun dan tanpa belas kasihan. Dar der dor dan muncratan darah di mana mana. Inilah yang ditunggu tunggu penonton dan Miike menyajikannya dengan baik, lengkap dengan dark humour ala ala dia.
Dark humour? Ya, bagi saya Miike menyajikan dark humour di film ini. Hasumin yang membantai muridnya sambil joged diiringi lagu jazz. Muncratan darah yang sekilas seperti saus tomat. Dan di satu adegan ada murid teriak teriak tanpa ada usaha menyelamatkan diri (dan jelas akhirnya mati). Bagi saya itu intentional dan sengaja disematkan karena Miike mau menyelipkan unsur dark humour di AnK. Dan kalau mau ditafsir lagi, Miike juga menertawakan kita yang senang melihat kekerasan yang di luar batas. Dari akting...keren lah Ito Hideaki memang. Selama ini baru lihat dia jadi pelatih basket di Buzzer Beat dan jadi guru demenannya Acchan di PV Namida Surprise hahahahaha
Ya intinya adalah...
Kapan ada lanjutannya!??
by : JDC Members (Maya)
Lesson of the Evil (2012) Japanese Movie Review
By Enjeru
Jossy's / Women / Joshi zu / 女子ーズ
Director: Yuichi Fukuda
Writer: Yuichi Fukuda
Producer: Atsushi Moriyama, Yoshihisa Yamashita, Shinzo Matsuhashi
Cinematographer: Kazuaki Yoshizawa
Release Date: June 7, 2014
Runtime: 97 min.
Genre: Action-Comedy / Female-Action / Sci-Fi / Team
Distributor: King Records
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 9 / 10
Jossy's atau Joshi Zu menceritakan lima wanita yang menjadi pahlawan pembela kebenaran (saik!). Mereka adalah Akagi Naoko (Kiritani Mirei), Aota Mika (Fujii Mina), Kikawada Yuri (Takahata Mitsuki), Konno Sumire (Yamamoto Mizuki), dan Midoriyama Kano (Arimura Kasumi). Kelima wanita ini dipilih karena nama keluarganya. Ya, betul, pemuda pemudi sekalian, mereka memiliki unsur warna dalam marganya.Kelima wanita ini dikumpulkan oleh Charles (Sato Jiro) dan diberi nama: Jossy's alias Joshi Zu.
Mengapa? Karena pasukan pahlawan dengan nama "Ranger" sudah terlalu banyak. Singkat kata, Joshi Zu pun bertarung melawan monster monster dan mempertahankan kedamaian di muka bumi. Untuk melawan monster, laskar Joshi Zu dibekali sebuah jurus andalan yaitu Jossy's Tornado. Jurus ini hanya bisa dikeluarkan saat ada kelima personil nya.
Jossy's alias Joshi Zu adalah sebuah film yang memparodikan genre "super sentai" atau yang biasa dikenal dengan seri Power Ranger atau lainnya film ini juga membawa ciri khas Fukuda yang lain. Produksi yang terkesan sangat low budget, misalnya. Unsur ini kental terasa sepanjang kita menonton film ini. Adegan pertarungan yang yaelah di situ lagi di situ lagi, kostum para rJossy's dan monster yang seadanya serta minimnya efek spesial menambah kesan low budget yang memang menjadi ciri khas karya Fukuda. Dan seperti karyanya yang lain, Fukuda pun menghujani film ini dengan humor bergaya "hhh-ini-apa-sih-kok-receh-garing-tapi-lucu-juga-hahaha" yang diselipkan secara cerdas dan terstruktur sepanjang film. Bayangkan satu rangkaian seri stand up comedy berdurasi panjang dengan set yang berganti-ganti. Itulah yang dilakukan Fukuda di film rilisan 2014 ini.
Jossy's juga tidak hanya sekedar film parodi. Di sini Fukuda nampaknya ingin menyelipkan pesan girl power dan menyentil kontruksi masyarakat patriarki yang ada di masyarakat Jepang dan Asia. Wanita di sini berperan sebagai pahlawan, dalam arti harfiah Mereka bukanlah pihak yang perlu dibela ataupun dalam posisi yang lemah, ini sungguh kontradiktif dari pandangan misogynist yang, kita akui saja, masih dominan di masyarakat. Di sini wanita tidak diposisikan sebagai pihak yang inferior, mereka sangat cakap dalam bidangnya. Sementara pria digambarkan sebagai yang plin-plan, peragu, mencla-mencle dan tidak dapat diandalkan. Memang ada Charles sebagai sosok yang superior, tapi Charles tidak lebih bisa diandalkan dibanding Jossy Merah as a decision maker.
Jossy's juga menampilkan konsep antihero dalam ceritanya. Hampir semua elemen yang ada di tayangan super sentai/tokusatsu/superhero dibabat habis oleh Jossy's. Semua disajikan dengan gaya parodi khas Fukuda yang cerdas dan menohok. Jossy's bukan hanya sekedar melawan monster monster jahat dari luar angkasa, tapi mereka adalah manusia dengan kehidupan normal. Bekerja, mencari hiburan, minta bayaran, atau memanjangkan bulu mata, misalnya. Mereka di satu waktu harus memilih antara kehidupan pribadi nya atau keselamatan Planet Bumi. Spoiler: Keselamatan Bumi tidak selalu menjadi prioritas utama.
Jossy's adalah film brilian. Satu dari sekian sedikit judul film mampu membuat saya terpingkal pingkal sepanjang durasinya. Ya, gaya humor Fukuda memang hit and miss, namun selera humor saya yang receh dan sangat rendahan membuat saya benar-benar menikmati film ini.
Terlalu banyak adegan berkesan di film sepanjang 97 menit ini. Namun jika saya harus memilih, adegan Jossy Kuning ngitungin orang di bawah jembatan adalah pemenangnya...
NYESEL ABIS NONTON ADEGAN ITU SAMPAI SELESAI 😂😂😂
intinya... FEBREZE TTE NANDAAAAA?
by : JDC Member (Maya)
Joshi zu (2014) Japanese Movie Review
By Enjeru
If Cats Disappeared From the World / Sekai kara Neko ga Kieta nara / 世界から猫が消えたなら
Director: Akira NagaiWriter: Genki Kawamura (novel)
Release Date: May 14, 2016
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 7 / 10
'kalau kucing hilang' mungkin diniatkan jd filsafat eksistensialis dgn melontarkan pertanyaan2 yg kalau mau dirangkum mungkin sesimple ini "keberadaan kita di dunia ada artinya gak?"Dalam film masalah ini disampaikan lewat elemen fantasi.Untungnya fantasi-nya gak kelewat mengawang-awang,malah cenderung straightforward kalo aku bilang.Sampe sini gak masalah.Yg jd msalah adalah walau filmnya diadaptasi dr novel tp hasilnya terlihat ini seolah-olah kumpulan cerpen.Cerita terbagi mejadi fragmen2 kisah sendiri tanpa ada kisah besar yg mengikatnya lbh kuat.Satu-satunya benang merah adl karakter Sato Takeru.Dampaknya adl kita tdk merasakan impact yg lbh uth dr film ini.Ada fragmen yg kita suka,tp mungkin ada yg kita tak terlalu peduli.Naskahnya seperti tdk ingin memilih 1 kisah sbg fondasi utama dan memilih utk menyangga film dgn beberapa pilar2 kecil yg dihias cantik.Filmnya menarik tp tdk cukup kuat.
If cats dissapear from the world. kenapa judulnya itu meaw? Ternyata hal di dunia ini yang sangat berarti bagi si aku adalah kucing. Kucing, mendekatkan si aku dengan ibu, mendekatkan aku dengan ayah, mendekatkan aku dengan keluarga meaw~. Walaupun tak ada kata, cinta ayah didunia ini ternyata bisu. yang bisa menjawab hanyalah ombak yang ada di pantai meaw~
Mungkin ane salah, tapi film ini menceritakan bagaimana akhirnya takeru bisa menerima takdirnya bahwa dia sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, setelah dia membayangkan satu-persatu bagaimana jika dirinya hilang dari dunia ini, dari memory sahabatnya dan mantan pacarnya.
Tetapi ketika dia hendak membayangkan kucing lenyap dari dunia, he can't.
Dan akhirnya tersadar bahwa ada yang lebih berharga daripada sekedar hidup lebih lama.
by : JDC Member (Sandi, Cila & Anggayasha)
If Cats Disappeared From the World (2016) Movie Review
By Enjeru
Pink and Gray / Pinku to Gure / ピンクとグレー
Director: Isao YukisadaWriter: Shigeaki Kato (novel), Ryuta Horai, Isao Yukisada
Cinematographer: Takahiro Imai
World Premiere: October 2, 2015 (Busan IFF)
Release Date: January 9, 2016
Runtime: 119 min.
Genre: Drama / Youth / Suspense-Thriller
Distributor: Asmik Ace Entertainment
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating :
jambon dan abu abu bercerita tentang dua orang sahabat, yaitu shingo alias gocchi (yuto) dan raiba chan (suda). gocchi dan raiba bersahabat sedari kecil dan menyukai cewek yang sama, sally (kaho) dan selepas sma mereka pindah ke tokyo. di sana mereka meniti jalan di dunia hiburan. namun nasib berkata lain, karier gocchi melesat dan ia menjadi aktor terkenal. sementara raiba (apa dari river phoenix ya?) yang kini hidup bersama sally mentok jadi figuran atau extra. suatu hari, raiba dan gocchi kembali bertemu dan gocchi berjanji untuk membuat sahabatnya menjadi terkenal dalam waktu semalam. esoknya, gocchi menepati janjinya. ia mati bunuh diri dan menjadikan raiba, orang yang pertama kali menemukannya, menjadi orang terkenal. gocchi menepati janjinya pada sahabatnya...
CUT!
Setelah tahu bahwa dari detik pertama ternyata itu adalah akting, disitu saya merasa tertipu. Mulai bingung juga si ini sebenernya siapa, si itu siapa. Tapi kalau berkonsentrasi nontonnya mungkin bisa lebih mengerti. Ternyata itu semua hanya terjadi di dunia film. DGDUDGSLADGDOQ ini twist yang paling kampret, setara seperti twist nya Gone baby gone. Dan tone film berubah menjadi sephia menceritakan kehidupan raiba asli (yuto) yang memerankan gocchi (yagira). dan bagian kedua film ini lebih banyak menceritakan busuk nya dunia hiburan yang penuh dengan topeng dan kepalsuan.
Secara keseluruhan, alur ceritanya menarik dan gak ketebak.
Dunia hiburan penuh dgn kepura2an, jgn terlalu ngefans sama artis. Naruse (Suda) klo lg di depan kamera wih anak baik banget, klo lg ga ada kamera beh kampret tengil bener. Yg diperanin Kaho juga gitu di kehidupan nyata dia cewek gatel penggoda.
by : JDC Members (Maya, Cindy, and Ryan)
Pink and Gray (2016) Japanese Movie Review
By Enjeru
Fish Story / Fisshu Sutori / フィッシュストーリー
Director: Yoshihiro NakamuraWriter: Kotaro Isaka (novel), Tamio Hayashi
Producer: Yasushi Udagawa, Hitoshi Endo
Cinematography: Takashi Komatsu
Release Date: March 20, 2009
Runtime: 112 min.
Genre: Drama / Music
Distributor: Showgate
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 8/10
Fish story adalah sebuah film dengan genre music, comedy, fiction, drama, ect. yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama.Ketika kita menontonnya mungkin kita akan dibuat bingung dengan plot waktu yang loncat-loncat dan dipotong-potong di bagian-bagian yang krusial.
Membuat kita bertanya-tanya ending dari tiap-tiap plot cerita.
Tapi semuanya akan terjawab di akhir cerita.
Semua dikemas sedemikian rupa sehingga kita tidak akan menyangka-nyangka hal apakah yang akan terjadi.
Sebuah film yang tidak biasa dan mungkin bisa jadi tidak akan kalian duga-duga.
Must watch J-movie.
Great plot, nice cast, and best ending. Pesan moral selalu percaya akan ada kebaikan datang.
Tidak salah kalau film ini masuk dalam daftar best J-movie in 2009.
Ane yakin bukan cuma ane yang ngulang2 ending 5 menit terakhirnya!
by : JDC Member (Anggayasha & Idam)
Fish Story (2009) Japanese Movie Review
By Enjeru
I Am a Hero / Ai amu a hiro / アイアムアヒーロー
Director: Shinsuke SatoWriter: Kengo Hanazawa (manga), Akiko Nogi
Producer: Minami Ichikawa
Cinematographer: Taro Kawazu
Release Date: April 23, 2016
Runtime: 126 min.
Genre: Zombie / Based on a Comic
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 8 / 10
apa yg bisa buat film yg diniatkan jd blockbuster terlihat benar2 blockbuster? Dua hal paling utama menurutku 'production value 'yg tinggi dan 'entertaining'. Entah berapa budget yg dikasih ke Shinsuke Sato utk I am a Hero,yg jelas dia bisa manfaatin seluruh budget dgn bijak.Mulai dr perubahan ZQN,adegan zombie outbreak di kota,kejar2an di highway, sampe pertempuran terakhir di supermarket semua dikerjakan dgn rapi,sangat polished,dan gak murahan.Tp yg pinter adalah Shinsuke Sato gak menjejali kita dgn action belaka,tp juga ngasih waktu para karakter utk bernafas.Jd kita diberi waktu utk bisa bersimpati dan mendukung mereka.Karakter utama yg seorang pecundang ikut membantu narasi.Hideo berkali-kali terpojok dan berkali-kali selamat krn beruntung dan dilindungi orang.Hingga akhirnya dia terpojok dan satu2nya yg bisa nyelamatin dia adalah dirinya sendiri.Di momen inilah baru Shinsuke Sato ngelepasin semua amunisinya lewat aksi penuh darah dan ketegangan.
setelah cukup diberi waktu bernafas,kita diajak utk berlari dlm kecepatan tinggi mengikuti aksi Hideo membantai zombie.Kesabaran kita terbayar lewat sebuah 'non-stop action' yg gak berhenti menghibur sampe selongsong peluru terakhir Hideo.I Am a Hero di sini sudah syah sbg film blockbuster.Kalo msh ingin melihatnya dr kacamata social commentary silahkan,saya mau istirahat dulu sambil menunggu aksi Hideo selanjutnya (semoga aja).
by : JDC Member (Sandi)
I Am a Hero (2016) Japanese Movie Review
By Enjeru
Subscribe to:
Posts (Atom)