Survival Family / Sabaibaru Famiri / サバイバルファミリー
Director: Shinobu YaguchiWriter: Shinobu Yaguchi
Producer: Hidehiro Ogawa, Takao Tsuchimoto, Shintaro Horikawa
Cinematographer: Yoshihito Kasai
Assistant Director: Shozo Katashima
Release Date: February 11, 2017
Runtime: 117 min.
Genre: Comedy / Sci-Fi
Distributor: Toho
Language: Japanese
Country: Japan
- r e v i e w -
Rating : 5 / 10
Bagaimana Jika sebuah keluarga harus bertahan hidup dengan tidak adanya listrik selama bertahun-tahun?Kalimat diatas adalah premis dari film The Survival Family yang disutradarai oleh Shinobu Yaguchi yang rilis pada Februari 2017 lalu. Film yang bergenre Comedy/Sci-fi ini dikemas cukup apik oleh Shinobu Yaguchi. Berawal dengan adanya sebuah keluarga yang hidup di sebuah apartemen di tokyo, dimana keluarga ini atau seluruh penduduk yang tinggal di tokyo harus mengalami pemadaman listrik yang cukup lama.
Triger cerita yang diusung selama 5 menit pertama pada dasarnya sudah menggambarkan bagaimana keluarga dan anak-anaknya ini adalah sebuah keluarga yang sangat bergantung pada teknologi, terutama pada dua anak Suzuki, Yui dan Kenji. Namun untuk sebuah triger, saya merasa itu masih terasa kurang memberikan Punch line pada alur cerita yang kemudian berjalan di beberapa plot point. Saya merasa Shinobu Yaguchi seperti bingung untuk membuat poros dengan menumpu pada karakter atau cerita. Selanjutnya pada pengembangan alur, saya sedikit merasa terganggu dengan ketidakkonsistenan Yaguchi dalam menetapkan karakter / Cerita yang dibuat. Seperti contoh, karakter dan cerita yang dihadirkan disini adalah karakter yang realis dengan masalah yang tidak realis. Namun, pada penyelesaian konflik seiring berjalannya waktu, karakter dibuat tidak konsisten dengan beberapa pemeran pembantu yang muncul.
Inti konflik dari masalah ini kemudian muncul pada menit ke 32’. Dimana Suzuki dan kedua anaknya kemudian berdebat untuk meninggalkan rumahnya dan pergi menuju Kampung Halaman Istrinya di Kagoshima. Hingga kemudian usaha Yoshiyuke sekeluarga untuk pergi menuju Kagoshima pun dimulai dari sini. Pada plot point pertengahan, tepatnya menit 70’ – 80’ hal itu diperkuat oleh Yoshiyuke ketika Yoshiyuke sekeluarga tiba disebuah rumah milik Zennichi Tanaka. Bahwa keinginan terkuat Yoshiyuke pada saat itu adalah bisa menyelamatkan anggota keluarganya. Karakter Ayah (Yoshiyuke) pada film ini diperlihatkan dengan bagus oleh Yaguchi. Perubahan demi perubahan ketika masalah datang bertubi-tubi kepada dirinya dan keluarganya bisa diselesaikan dengan baik. True karakter ini kemudian muncul disaat dirinya hanyut disungai dan saat menyalakan suar. Bagaimana kemudian karakter Ayah selepas itu lebih terkesan lebih cair didalam keluarga.
Directing The Actor :
Shinobu Yaguchi pada Survival Family kali ini menggunakan treatment keaktoran pada pemainnya dengan Phase yang besar, enerjik. Bahkan ketika kondisi karakter dalam keadaan tertekan dan pada titik terendah pun, kita sebagai penonton melihat kesedihan itu digambarkan dengan ekspresi yang meledak-ledak. Ini adalah kategori film dengan konflik yang sangat besar, bencana alam. Tapi, Yaguchi ingin penonton bisa merasakan energi yangbesar yang disalurkan melalui para aktornya. Lewat directing keaktorannya, Yaguchi seperti ingin mempercayai kekuatan yang besar dari seorang manusia yang tidak pernah lelah untuk berusaha demi mencapai tujuannya.
Directing The Camera :
Sangat Dinamis. Hampir diseluruh pergerakan kamera yang ditunjukkan pada film survival Family ini Yaguchi memilih pergerakan kamera yang dinamis. Yaguchi lewat pergerakan kameranya juga ingin menyampaikan bagaimana kondisi mental yang dialami oleh masing-masing karakternya. Tertekan, Panik, Takut dll.
Text Interpretation :
Shinobu Yaguchi dalam Survival Family ini secara interpretasi text ingin mengangkat sebuah kehidupan dipedesaan. Bagaimana saat seseorang hidup didesa walaupun pada zaman yang sudah semakin canggih ini masih tidak sulit dan banyak ketergantungan seperti kehidupan di perkotaan yang secara detail, manusia harus mengikuti perkembangannya dari mulai hal yang paling kecil. apalagi kota megapolitan seperti Tokyo. Yaguchi kali ini dalam filmnya secara tidak langsung ingin mengangkat perbandingan keduanya, antara desa dan kota. Yang pada akhirnya, secara visual Shinobu Yaguchi mentreatment cerita ini dengan adanya paksaan bagi karakter untuk kembali hidup didesa dengan konflik yang sangat besar dikota, yaitu pemadaman listrik selama berbulan-bulan lamanya. sehingga mau tidak mau karakter harus mengikuti alur tersebut. Phase yang ada pada film ini juga berjalan lambat, sedikit terdapat retorika. Tapi, mungkin disana Yaguchi ingin memberikan ruang bagi karakter untuk hidup.
by : JDC Member (Rie)
No comments:
Post a Comment